Posted by : Teguh Jati Prasetyo Senin, 04 Juli 2011


Bismillah

Mumpung lagi ada kesempatan dan ingin mengungkapkan apa yang ada di dalam diri ini lewat tulisan. Sederhana mungkin karena memang saat ini saya sedang dalam tahap belajar menulis. Semoga apa yang saya tuliskan ini dapat memberikan secercah cahaya di hati para pembaca yang mungkin telah lama terkungkung dalam gemerlapnya dunia dan tanpa disadari lupa akan apa yang terjadi disekelilingnya.

Suatu malam disebuah masjid, tepatnya masjid Al- Hurriyah, masjid kampus IPB saat sedang berkumpul dengan rekan satu halaqoh dan kebetulan juga ada mentor saya saat itu. Kami berbincang tentang pengalaman yang dialami oleh temannya teman saya sembari menunggu rekan-rekan yang lain datang, karena malam itu adalah jadwal kami untuk melaksanakan “liqo” (proses pembelajaran). Ia bercerita pengalamannya kalau temannya baru saja kena musibah. Tepatnya terjerat hipnotis sehingga barang-barangnya hilang lenyap semuanya tanpa tersisa. Lama kami berbincang – bincang dan tetap terpaku pada topik itu, kemudian disudut yang berbeda ada 2 orang paruh baya yang sedang berbincang juga. Awalnya kami tidak begitu peduli dengan mereka. Kami asyik berbincang dengan alur perbincangan kami masing-masing.

Namun, setelah beberapa menit berlalu, dua orang paruh baya tadi berjalan menuju ke arah kami. Dengan sopan mereka menyapa kami dan kami pun balik menyapa mereka. Ya begitulah indahnya pertemuan antar sesama muslim, saling sapa dan saling berjabat tangan, begitu indah terasa meskipun kita belum saling kenal satu sama lain. Perbincangan antara kami dan orang paruh baya itu pun dimulai. Beliau menyampaikan kalau pada waktu itu beliau sedang mengantarkan putra-putrinya yang akan melakukan registrasi di IPB. Yang satu berasal dari B*****G dan yang satu berasal dari B**J**N****A. Bisa dikatakan mereka berasal dari keluarga yang kurang mampu. Untuk menghemat biaya mereka dengan tulus ikhlas berjuang mengantar putra kesayangannyanya untuk menuntut ilmu di perguruan tinggi dan rela tidur di masjid. Subhanallah, begitu besar perjuangan mereka, apakah dulu kita seperti itu????

Perbincangan pun semakin hangat, mereka bercerita tentang keluh kesah yang mereka rasakan. Mulai dari perjuangan menuju Bogor, tidak diterimanya putra mereka dalam suatu program beasiswa, hingga perjuangannya untuk bisa berjuang demi melihat putra-putrinya bisa berkuliah. Subhanallah…perjuangan yang luar bisa.

Mulai dari orang pertama, beliau menceritakan kalau pada awalnya putrinya bisa lolos ke IPB lewat sebuah program beasiswa, namun setelah diterima ternyata putrinya tesebut tidak lolos dalam seleksi beasiswa itu sehingga beliau harus memutar otak kembali bagaimana caranya agar putrinya tetap bisa berkuliah. Seharusnya uang pendidikan yang harus dia bayarkan itu sebesar 70% dari jumlah total, namun ia baru membayarkan sejumlah 30%. Sehingga dengan sepenuh keyakinan beliau pun memberanikan diri untuk berjuang keesokan harinya untuk menghadap petinggi-petinggi yang akan ada dalam ruangan registrasi keesokan harinya. Karena itulah jalan satu-satunya untuk bisa bernegosiasi agar putrinya bisa melanjutkan kuliah. Namun dengan nada yang agak sedikit pesimis, beliau menyatakan kalau memang dengan uang segitu belum cukup untuk membiayai putrinya kuliah maka dengan terpaksa beliaun pun akan membatalkan dan harus merelakan putrinya untuk tidak kuliah.

Sebelum saya melanjutkan crita ini, kita langsung beralih ke crita bapak paruh baya yang kedua, perjuangannya lebih hebat lagi…. Chekidoottt…

Bapak yang kedua ini dengan modal nekad dan niat membmeranikan diri untuk datang ke kampus yang katanya kampus rakyat ini.. Bermodalklan baju pinjaman, dan barang seadanya serta beberapa rupiah yang ada di sakunya (bahkan dompetpun sepertinya tidak ada) beliau mengantarkan putra tercintanya datang ke kampus rakyat ini. Sama kasusnya dengan bapak yang pertama, putra bapak ini pun sebenarnya diterima di kampus IPB melalui sebuah program beasiswa tetapi ketika sudah masuk disini ternyata putranya tidak lolos tahap seleksi selanjutnya. Beliau pun mengungkapkan keluh kesahnya kepada kami. Dengan sabar kami pun mendengarkan keluh kesah beliau dan mencoba untuk memberikan masukan yang memang itu berdasarkan pengalaman kami.

Beliau menyatakan kalau beliau berasal dari keluarga yang kurang mampu, bahkan rumah pun beliau belum punya, masih numpang. Gaji beliau yang ala kadarnya itu pun hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Awalnya beliau sangat mengharapkan bahwa biaya pendidikan putranya dikuliah itu akan ditanggung oleh program beasiswa yang diterimanya. Namun Allah berkehendak lain, putranya gagal mendapatkan beasiswa tersbut sehingga beliau harus memutar otak untuk mencari uang agar dapat memasukkan putranya ke kampus ini. Bahkan pada saat itu dari sekian juta uang kuliah yang harus dibayarkan, beliau baru membayarkan sejumlah 200 ribu. Dari jumlah sekian itu ketika menghadap ke meja registrasi ternyata dari panitia penerimaan mahasiswa baru mendesak bapak ini untuk membayarkan lagi uang kuliah yang harus dibayarkan. Bapak tadi pun bingung. Dengan bermodal niat dan nekad beliau terpaksa mengambil uang dari anaknya sejumlah 400 ribu. Uang 400 ribu ini sebenarnya adalah jatah hidup sebulan selama d IPB untuk anaknya. Namun karena sangat terpaksa agar anaknya kuliah maka bapak tersebut meminta uang itu dari anaknya untuk menambahi uang pembayaran yang harus dibayarkan. Belliau menyampaikan, “tidak apa-apa yang penting diusahakan anak saya bisa masuk dulu, toh untuk biaya hidup nanti akan saya carikan hutangan setelah sya pulang nanti”. Subhanallah.. Bapak itu pun menyatakan “entah besok anak saya bisa diterima atau tidak, yang jelas saya akan mengusahakan dulu untuk bernegosiasi dengan pihak panitia agar anak saya bisa masuk dan mendapatkan keringanan biaya. Toh kalaupun memang tidak bisa, ya apa boleh buat, berarti dengan sangat terpaksa mungkin anak saya tidak bisa kuliah.”

Mendengar apa yang sudah disampaikan oleh kedua bapak tadi, kami hanya bisa meyakinkan bahwa jalan keluar itu selalu ada. Pun dengan permasalahan biaya yang saat itu sedang membelit kedua bapak tersebut. Kami juga meyakinkan bahwa di IPB itu banyak beasiswa jadi ketika masuk nanti insyaAllah pasti akan dapat beasiswa karena memang keluarga seperti mereka itulah yang harusnya menjadi prioritas. “insyaAllah pak… pasti selalu akan da jalan untuk kuliah, dan insyaAllah juga di IPB ini tidak akan ada anak yang di DO gara-gara masalah biaya karena untuk peluang beasiswa sebenarnya banyak. Pun dari pihak kelembagaan mahasiswa pun pasti akan siap untuk membantu asalkan nanti anak bapak aktif, jangan diem-diem saja.“ “iya, terimakasiih dek, insyaAllah kami juga akan berusaha.”

Subhanallah,, perjuangan orang tua yang begitu luar biasa, demi melihat anaknya bisa melanjutkan kuliah, ia rela berjuang melawan kerasnya kehidupan. Pun sebenarnya sama dengan kita, yang selama ini mingkin tak pernah tahu perjuangan orang tua kita seperti apa demi membiayai kita kuliah. Mungkin mereka saat ini sedang bersusah payah banting tulang mencari hutang kesana sini untuk keperluan kita tanpa kita ketahui. Dan begitui banyak pejuangan yang telah mereka lakukan untuk kita. Dan selama ini mungkin kita belum bisa memberika balasan apapun buat mereka. Bahkan terkadang kita masih mengeluh dalam kuliah, mengeluh karena nilai kita jelek (padahal pas kuliah emang g niat, jarang belajar, g berusaha keras), ngeluh karena belum punya ini itu, g kayak temen yang lain, ngeluh karena banyak tugas, ngeluh karena ini karena itu tanpa pernah memperhatikan bagaimana beratnya perjuangan orang tua kita membesarkan kita sampai saat ini.. Masyaallah, ternyata masih banyak yang perlu kita benahi, masih banyak yang perlu kita luruskan dan masih banyak yang perlu kita perbuat. Orang tua kita menyekolahkan kita disini, pastinya dengan harapan kalau suatu saat nanti kita akan bisa hidup lebih baik dari pada mereka. Alangkah bangganya mereka ketika kita mampu menorehkan prestasi-prestasi emas kita disini. Dan alangkah lebih bangganya juga mereka ketika mengetahui bahwa anaknya mampu bermanfaat bukan hanya pada dirinya sendiri dan keluarganya saja melainkan mampu berguna bagi masyarakat, nusa, bangsa dan agama. Semoga, sebelum semuanya terlambat kita masih bisa memperbaiki diri kita, meluruskan kembali niat kita dan membenahi jalan-jalan kita. insyaAllah jalan masih terbentang luas di depan. Semoga…

{ 1 comments... read them below or add one }

  1. Subhanallah..terharu membacanya....
    Smg sll bisa bersyukur dan semakin mencintai kedua orang tua

    BalasHapus

- Copyright © TEGUH JATI PRASETYO - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -